Minggu, 18 Desember 2011

Buku Akuntansi yang Unik

Di sebuah toko buku, saya menjumpai buku akuntansi yang unik. Di sampul depannya, ada tulisan melingkar mirip cetakan stempel, “Ini Bukan Teks Book (textbook)!” Terus, di bawahnya ada kata “KOMIK”. Keduanya di tulis dengan huruf kapital warna merah tebal (78 halaman). Ini seakan menjadi angin segar mahasiswa di tengah penatnya buku teks ilmiah.
Bagi saya, Nicolaus Fransisko–si penulis komik, sangat kreatif dan inspiratif. Ia berhasil melukiskan siklus akuntansi melalui rangkaian gambar ilustrasi. Imajinasinya memudahkan mahasiswa menyelami neraca lajur yang luas itu. Selama ini, banyak mahasiswa akuntansi “tenggelam” karena tidak paham.
Menyusun neraca lajur, kata Fransisko, seperti tukang kayu yang membuat meja. Karena itu, kita harus paham dulu meja seperti apa yang ingin dibuat. Bagian meja mana yang harus dibuat dulu. Kemudian, baru kita bisa memasang bagiannya satu persatu. Ia memberikan 3 kunci: memahami item-item neraca dan rugi-laba, mengerti ayat jurnal penyesuaian, dan logika (halaman 4).
Fransisko sendiri orang manajemen (keuangan). Bukan murni orang akuntansi. Meski demikian, kedua ilmu itu masih serumpun. Ia bekerja sebagai staf akunting perusahaan swasta dan ilustrator majalah. Karena ia sering didesak teman yang ingin belajar neraca lajur, munculah buku komik Cara Mudah Menyajikan dan Memahami Laporan Keuangan Neraca Lajur (2004).
Bakatnya dalam bidang disain, membuatnya berhasil mengawinkan hobi dan pekerjaan sekaligus. Otak kanannya yang imajinatif mampu berpacu dengan otak kirinya yang logis matematis. Setidaknya, buku komik akuntansi Nikolaus Fransisko menjadi alternatif di tengah kepenatan buku teks ilmiah.
Novelis Andrea Hirata pun demikian, yang juga sarjana economics science tamatan Fakultas Ekononomi Universitas Indonesia. Kalau kita baca semua novel tetralogi Laskar Pelangi (2005)-nya, ia berhasil melukiskan ilmu ekonomi dengan kalimat metafora nakal, lucu dan indah. Misalnya, perdebatan sengit antara kaum klasik dan moneter dalam buku ketiga tetralogi Laskar Pelangi, Edensor (2007:129-136).
Melalui Sang Pemimpi (2006), buku kedua tetraloginya, ia kembali sukses menceritakan bagaimana model transfer pricing, proposal tesisnya guna merebut tiket Beasiswa Uni Eropa ke Universite de Paris, Sorbonne, Prancis (halaman 254). Dan, ditutup oleh Maryamah Karpov (2008), buku terakhir dari tetralogi Laskar Pelangi, yang dalam bab-bab awalnya bercerita tentang detik-detik menegangkan ujian sidang tesis, sampai ia berhasil lulus menyenangkan (cum laude) sebagai master of (economics) science (halaman 17-29).
Belum lagi tulisan-tulisan Dahlan Iskan tentang masalah ekonomi dan pembangunan. Kumpulan tulisan beliau dalam bentuk catatan ringan di koran harian Jawa Pos itu, sekarang sudah dibukukan. Salah satunya berjudul Pelajaran dari Tiongkok (2008).
Saya sepakat dengan Ibu Mari Elka Pangestu, yang menulis kata pengantarnya. Menteri Perdagangan RI 2009-2014 itu menilai tema tulisan-tulisan Pak Dahlan bervariasi (halaman vi). Mulai dari yang serius (misalnya, 2020, Tiongkok Nomor Satu), setengah serius (misalnya, Membikin Indah Wajah Kota), hingga unik (misalnya, Uang di Kantong Stetoskop Dokter).
Sepertinya, kita harus belajar dari mereka, bagaimana menulis buku yang ringan, enak dibaca dan perlu. Bukan terpaku kaku pada ragam bahasa ilmiah. Yang menurut Wahyu Wibowo dalam buku Berani Menulis Artikel: Babakan Baru Kiat Menulis Artikel untuk Media Massa Cetak (2006:133), terkesan ruwet, terlampau teknis, hanya dimengerti diri sendiri, dan panjang-lebar tidak jelas kemana juntrungannya.
Bila sekadar memahami substansi laporan keuangan, apa salahnya kita menggunakan alternatif bahasa ragam sastra dan jurnalistik? Ini bukan berarti menggeser peranan bahasa ragam ilmiah akuntansi yang masih “diluruskan” Pak Suwardjono. Sehingga mahasiswa, terutama orang awam, mudah memahami laporan keuangan, dan tak terjebak pada buku teks ilmiah yang kering kerontang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar